<style>.lazy{display:none}</style> Potensi Kelestarian dalam Kekayaan Kuliner Indonesia Tersaji pada Pertemuan Sherpa G20 - Lingkar Temu Kabupaten Lestari
Kabar • Artikel

Potensi Kelestarian dalam Kekayaan Kuliner Indonesia Tersaji pada Pertemuan Sherpa G20

Desember 25, 2021

Jakarta, 17 Desember 2021 – Pertemuan Sherpa G20 pertama yang telah diadakan pada tanggal 7-8 Desember 2021 minggu lalu berfokus pada pembahasan mekanisme kerja dan agenda G20 hingga setahun ke depan. Ini merupakan pertemuan pertama dari seluruh aktivitas yang dilaksanakan dalam rangka presidensi Indonesia pada G20. Tidak hanya merundingkan pemecahan masalah global saja, pertemuan Sherpa kali ini juga menjadi ajang Indonesia memperkenalkan budaya dan kulinernya ke tingkat internasional.

Secara khusus pada hari kedua, 8 Desember 2021, para kolaborator yang terdiri dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), KAUM Jakarta, pemerintah daerah, illustrator (Nugraha Pratama), hingga penutur cerita kuliner (Kevindra Prianto Soemantri), menyajikan sajian-sajian khusus dari berbagai penjuru Indonesia bagi para peserta Pertemuan Sherpa G20 tersebut.

Pada pertemuan Sherpa tersebut, Hamim Pou, Bupati Bone Bolango menyatakan harapannya, “Pengenalan kuliner nusantara ini saya harapkan dapat menjadi pintu masuk untuk memperkenalkan komoditas unggulan yang ramah lingkungan dan ramah sosial dari kabupaten kami, Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat memantik investasi pada komoditas lestari, salah satunya pertanian.”

Sherpa merupakan salah satu alur kerja G20 yang menaungi pembahasan pembangunan di berbagai bidang. Delegasi dari 24 negara anggota, undangan, dan organisasi internasional hadir secara fisik di Jakarta, sementara 15 delegasi hadir secara virtual.

Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, Sintang dan Siak merupakan kabupaten anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang telah menyelenggarakan program Sustainable Culinary Journey atau Jelajah Rasa & Budaya Lestari bersama sejak tahun 2019 dengan beberapa mitranya salah satunya Kaum Jakarta. Program ini dilakukan untuk tukar pembelajaran menggali potensi kuliner daerah antara pegiat kuliner daerah dengan kota besar, dan menemukan potensi pengembangan produk turunan pangan yang ramah lingkungan dan sosial untuk dikembangkan UMKM daerah serta memperkenalkan berbagai sajian khas daerah penjuru nusantara di tingkat nasional.

Beberapa aspek ‘lestari’ yang diprioritaskan dalam program Jelajah Rasa & Budaya Lestari adalah praktek kuliner yang tidak menimbulkan resiko bencana alam, menyejahterakan seluruh pihak dalam rantai pasok dan bertanggungjawab untuk penggunaan energi dan limbah.

  1. Binte biluhuta.

Binte biluhuta adalah makanan ikonik Gorontalo yang berbahan baku utama jagung pulut Gorontalo. Sebuah hidangan yang dipercaya menjadi hidangan diplomasi antar Kerajaan Gorontalo dan Limboto di abad ke-15. Hidangan inilah yang konon mendamaikan dua kerajaan tersebut di masa lampau.

Jagung pulut dimasak dengan santan, kelapa cukur, bawang merah, daun kemangi, terong dan minyak kelapa lalu diracik sedemikian rupa sehingga menghasilkan sup jagung yang sangat lezat serta memiliki tiga rasa yang khas yakni manis, asin dan pedas. Binte berarti jagung, sedangkan biluhuta artinya disiram, sehingga jika diartikan secara harfiah berarti jagung yang disiram.

Selain binte biluhuta, ada juga hidangan-hidangan khas Gorontalo lainnya seperti lalampa (semacam lemper dengan ikan tuna), hingga sabongi (kue berbentuk kapsul yang terbuat dari singkong dan pisang). Para kolaborator juga menyuguhkan Kopi Gorontalo yang berasal dari daerah tersebut.

Sebagian besar bahan dari hidangan ini langsung diambil dari Kabupaten Gorontalo & Bone Bolango yang kaya akan hasil buminya: jagung pulut, ikan sagela, sagu, kelapa, pisang, kopi, dan gula aren, yang merupakan bagian penting dari khazanah kuliner Gorontalo. Tanpa kualitas tanah dan air yang terjaga terutama untuk kawasan lindung seperti Taman Nasional Nani Wartabone, Suaka Margasatwa Nantu dan Danau Limboto, budaya kuliner Gorontalo yang amat kaya ini mungkin akan punah.

2. Bolu kemojo

Bolu kemojo adalah bolu khas yang berasal dari wilayah Riau. Bolu kemojo atau bolo kojo berasal dari kata kamboja, karena cetakannya yang berbentuk seperti bunga kamboja. Kebiasaan membuat bolu ini diturunkan dari generasi ke generasi untuk berbagai acara penting seperti pernikahan, khitan, pertemuan adat, dan kenduri bagi masyarakat Riau salah satunya di Kabupaten Siak.

Bolu kemojo ini dibuat dengan menggunakan tepung terigu, mentega, gula pasir, telur, santan, vanili bubuk, garam, dan yang paling penting air daun suji yang dicampur dengan air daun pandan, yang dipanggang. Pencampuran air suji dan daun pandan ini adalah pewarnanya hijau alami bolu kemojo.

Siak memiliki latar belakang kuliner yang sangat kental dengan budaya Melayu dan terinspirasi dari kekayaan alam di wilayah Siak. Lebih dari 50% wilayah Siak adalah lahan gambut yang tersebar di 12 kecamatan. Untuk memastikan gambut tetap terjaga, Kabupaten Siak menggagas Visi Siak Hijau sebagai upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan sosial dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian dan keberlanjutan. Implementasi utama visi tersebut salah satunya kembali pada pengembangan hilirisasi produk pangan.

3. Asam maram

Asam maram merupakan buah endemik Kalimantan yang kerap ditemukan di Kabupaten Sintang, yang sesuai namanya, memiliki rasa asam. Minuman yang disajikan pada acara Sherpa G20 ini adalah hasil kreasi buah asam maram yang sudah diolah menjadi sirup. Sirup asam maram dipadupadankan dengan tequila, chambord, citrus, dan jus cranberry, hingga terciptalah cita rasa yang unik.

Buah yang dikenal dengan nama Asam Kelubi atau Salak Hutan ini tumbuh paling banyak di daerah lembab, di tepian sawah yang masih rimbun hutannya. Selain itu buah asam maram ini juga akan pesat pertumbuhannya pada tanah gambut yang sehat. Jadi pada prinsipnya, buah asam maram ini hanya akan bisa tumbuh dan dinikmati jika hutan dan gambut terjaga dengan baik.

Dengan potensi alamnya yang melimpah, Kabupaten Sintang mengembangkan visi Sintang Lestari yang berfokus pada pengembangan pelaku usaha mikro dan kecil untuk memanfaatkan potensi alam secara ramah sosial dan ramah lingkungan. Visi Sintang Lestari ini juga diharapkan dapat melindungi berbagai bentang alam di wilayahnya seperti Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya maupun Taman Wisata Alam Bukit Kelam.

Selain tiga hidangan di atas, masih banyak hidangan lain yang disajikan dari belahan Indonesia lainnya seperti Nasi Kapau dari Minangkabau, pempek dari Palembang, nasi ulam dari Betawi, hingga minuman pala dari Fakfak.

“Kaum sebagai restoran mempunyai satu misi yang sangat besar untuk bercerita tentang kekayaan budaya, hasil bumi, dan seni yang sudah banyak orang tidak ketahui ataupun terlupakan. Melalui forum G20 ini semoga menjadi wadah untuk Kaum, LTKL dan pemerintah daerah untuk bercerita lebih mengenai kekayaan nusantara dan bagaimana kita bisa menjaga ibu pertiwi kita,” jelas Jessica Eveline, General Manager of Potato Head Family Jakarta Cluster.

Di kesempatan yang sama, Nelson Pomalingo, Bupati Gorontalo, juga menyampaikan antusiasmenya, “Kami ingin mengajak tamu undangan dari mancanegara untuk mengenal kebaikan nilai yang terkandung pada kekayaan alam Indonesia melalui sajian kulinernya, hingga akhirnya jatuh cinta pada Indonesia. Dengan kuliner kami yang dikenal luas, kami harap dapat memotivasi UMKM pangan di kabupaten kami untuk juga berinovasi menciptakan berbagai produk ramah lingkungan dan ramah sosial.”

Artikel Lainnya

Artikel

Kiprah Laboratorium Bestari untuk Ekonomi Lestari di Sintang

Januari 24, 2024

Artikel

Studycation Akademi Generasi Lestari 2022: Membentuk Local Champion Menjadi Inisiator Sentra Inovasi Lestari

Desember 1, 2022

Artikel

BUAH ASAM MARAM, WUJUD ANUGERAH SEHATNYA HUTAN INDONESIA

November 26, 2022
Optimized with PageSpeed Ninja